Wednesday, April 27, 2016

Mengenal Allah beserta Esensi Alam, Sains, dan Tekhnologi


                                   Image result for tulisan lafadz ya ilahi anta maksudi

Dalam Al-Qur�an surah Fushilat ayat 53, Allah Swt. Berfirman �Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?�
Dari ayat di atas secara eksplisit dapat kita pahami bahwa Allah Swt. menciptakan alam semesta beserta isinya dan juga manusia sebenarnya untuk menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya. Allah ingin manusia mengenalnya. Akan tetapi, banyak manusia yang masih ingkar dan tak pernah tunduk akan kekuasaan-Nya itu. Ini semua dikarenakan karena mereka belum mengenal Allah Swt dengan iman, hati dan pikiran.
Ada dua jalan utama yang dapat kita tempuh untuk mengenal Allah Swt. Pertama, dengan memperhatikan ayat-ayat Qauliyyah yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur�an. Kedua, dengan memperhatikan ayat-ayat Kauniyyah yang terbentang luas di alam semesta ini, bahkan dalam diri kita sendiri.
Buku Mengenal Allah: Alam, Sains, dan Teknologi karya Tauhid Nur Azhar ini bisa menjadi referensi bacaan yang bagus untuk kita dalam memahami dan mengurai tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Dalam segenap ciptaan-Nya.
Dalam Al-Qur�an, kita mendapati banyak sekali ayat yang membicarakan tentang keesaan Allah Swt. Keagungan-Nya, kehebatan-Nya dalam penciptaan dan kelembutan-Nya. Semua itu menunjukkan bahwa Dia itu ada dan wajib diimani keberadaan-Nya. Hal ini jelas, nyata, dan terpampang di hadapan kita. Namun, ketika kita berbicara tentang ayat-ayat Kauniyyah maka sebagian besar dari kita lalai memikirkannya. Alam yang terbentang luas, lautan dan samudra yang luas, binatang-binatang yang tak terhitung jumlahnya, bahkan perangkat-perangkat yang ada dalam tubuh kita sendiri, seperti darah, DNA, dan otak merupakan bukti kemahabesaran-Nya.
Ibnu Arabi mengungkapkan bahwa penciptaan alam semesta ini melalui tajalli (penampakan diri) Tuhan pada alam empiris yang serba ganda. Penampakkan diri Tuhan mengambil dua bentuk, yaitu: pertama, tajalli dzati yang terjadi secara intrinsik pada esensi Tuhan itu sendiri dalam bentuk penciptaan potensi, kedua, tajalli syuhudi, yaitu penampakkan diri secara nyata yang mengambil bentuk penampakkan diri dalam alam semesta. (hal. 3).
Dari dua esensi penampakkan Tuhan ini, manusia tidak akan mampu mengindra penampakkan tajalli dzati dengan mata lahiriah. Allah �Azza wa Jalla terlalu sempurna untuk itu.� Mata lahiriah terlalu lemah untuk memandang Dzat Allah Swt. Kita dapat mengenal Allah Swt. Melalui tajalli syuhudi yang terwujud dalam citra alam semesta. Kehadiran Allah dapat kita lihat dalam segenap ciptaan-Nya, termasuk dalam diri kita sendiri, sebagaimana kita mengenal seorang seniman dari karya seninya.
Ada satu modal dasar terpenting yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia, yaitu DNA (Deoxyribonukleid Acid) atau untaian asam nukleat yang membuktikan betapa besar kekuasaan Allah Swt hingga sanggup membuat DNA yang begitu kecil dan canggih dalam tubuh manusia. Sepanjang penelitian para ilmuwan, DNA memiliki kemampuan menyandi sekitar 30.000 sifat.� Tidak hanya sifat fisik, tetapi juga sifat psikologis atau perilaku.
Penyandian yang bersifat psikologis dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui sintesa atau pembentukan protein menjadi hormon, kemudian hormon itulah yang sedikit banyak mempengaruhi perilaku manusia. Kitapun mengenal ada hormon-hormon ketakutan, kecemasan, agresif, dan ada pula hormon-hormon yang melahirkan rasacinta dan kasih sayang, kebahagiaan, ketenangan, kegembiraan, dan kesedihan. Produksi hormon-hormon ini sangat dipengaruhi dan diefektori oleh kerja DNA. (hal. 109-110).
Di dalam buku ini, kita akan mendapatkan berbagai hal yang sebelumnya mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. Misalnya, masalah tikus tanah (hal. 202). Mungkin banyak di antara kita yang bertanya-tanya mengapa Allah Swt. menciptakan tikus tanah dalam keadaan buta dan mengapa wajahnya sangat menyeramkan? Apa manfaatnya bagi manusia?
Dengan membaca buku ini kita akan semakin tahu, bahwa tak ada sesuatu pun yang sia-sia yang diciptakan Allah Swt. juga, akan menyibak kejahilan yang selama ini masih melekat di dalam diri kita, terutama kejahilan yang berkaitan dengan ayat-ayat Kauniyyah. Buku ini akan membantu kita mendapatkan pencerahan hati dan pikiran, tentunya juga pencerahan iman.


Semoga bermanfaat!! :)


Sumber: dakwatuna_

Sunday, February 28, 2016

Sajak Jiwa

jiwa yg langgeng dalam ketenangan
mengukuhkan isyaratnya dalam 'kembali'
kembali pada sejatinya ingat
melepaskannya dari busur ketulusan
sehingga 'Sang Kehendak'pun menangkap anak panahnya
menjadikan isyaratnya memasuki barisanNya

dan, sudahlah...sudah!!
riak hati yang senantiasa menari
menyelimuti jiwa dalam tinggi gelombang!
sudahlah...sudah!!
wahai yg berselimut di malam sepi!
sampai kapankah??

dan, cukuplah..
mengumbar mengurai kalam
bertelanjang terbalut senyum kemunafikan
bulatkan saja dalam sajak jiwa yg merajai semesta!!

Friday, February 26, 2016

Amongraga Berkisah dalam Serat Centini

Ini adalah bagian dari Serat Centhini yang membahas tentang tahap-tahap perjalanan seseorang saat mengalami ekstase. Yaitu sebuah kondisi spiritual saat seseorang mengalami “penyatuan” dengan Dzat-NYA atau manunggaling kawulo kelawan Gusti. Serat Centhini, kita tahu, adalah babon serat-serat Jawa yang terdiri dari 12 jilid dan bila dikumpulkan mencapai 6000 halaman lebih. Semoga pembaca mendapatkan secuil manfaat dari terjemahan ini. Rahayu..Syekh Amongraga memberikan wejangan kepada istrinya yang bernama bernama Niken Tambangraras selama 40 hari/malam, baik yang berkenaan dengan makna hidup dan bagaimana cara manusia mendapatkan makrifat kepada Tuhan Dzat Yang Maha Besar, maupun yang berkenaan dengan kehidupan keluarga. Berikut bait-bait yang kamu dikutip dari Serat Centhini yang menggambarkan tentang kemanunggalan antara Tuhan dan manusia :

1. Yen nuli / winisik basa sempurna / sareng miarsa Ki Bayi / senggruk-senggrukanangis / tangis cumeplong ing kalbu / manah padang nerawang / ngraos tuwuktanpa bukti / pangaraose wus ana sangisor aras.“Kemudia ia membisikkan kata-kata sempurna, ketika itu didengar oleh Ki Bayi dia mulai menangis tersedu-sedu, tetapi ia sekaligus ia merasakan suatu kepuasan batin yang besar. Batinnya menjadi terang-benderang, ia merasa kenyang tanpa menyantap sesuatu, ia merasa seolah-olah terangkat ke hadapan tahta Tuhan.

”2. Ambalik sami sekala / kramane mring Amongragi / mehmeh kaya ngabekti / saking tan nyipa kakalih / mung mangsud guru yekti / Ki Bayi aris turipun / rayi dalem kalihnya / sumangga ing kersa sami / ingkang mugi wontenan sih wulang tuan.“Pada saat yang sama sikapnya terhadap Amongraga berubah sama sekali, ia hampir berbakti kepadanya, karena sekarang ia hanya memikirkan satu-satunya ini, aku mendapatkan seorang guru sejati, kemudian dengan suara lembut Ki Bayiberkata, semoga anda berkenan, agar juga kedua adik anda menerima rahmat ajaran anda.”

3. Inggih kang basa punika / Mongraga umatur aris / gih putranta sekalihan / sampun kaula wejangi / ing ratri kala wingi / kalihewus sami suhud / matur alkamdu lilah / kaula dados wuragil / sakelangkung panrima kula satitah.“Yakni kata-kata yang tadi anda sampaikan, Amongraga mejawab, kedua putra Bapak sudah saya berikan ajaran itu tadi malam, keduanya sudah maklum akan kebenaran. Syukur kepada Tuhan, kalau demikian akulah yang bungsu, kata Ki Bayi, saya puas sekalai dengan urutan ini.”

4. Amongraga pan wus wikan / ing dalem papanceneki / Ki Bayi lan putranira / Jayengwesti / beda ganjaraneki / Ki Bayi ganjaranipura / sih kamulyan ing donya / kang putra ganjaraneki / pan cacalon ganjaran mulyeng akerat.“Amongraga tahu, apa yang ditujukan kepada Ki Bayi dan apa yang dituakan kepada kedua putranya, Jayengwesti dan Jayengraga. Ganjaran disediakan kemuliaan dunia ini, bagi kedua anaknya kemuliaan di akhirat.”

5. Kewawa ngelmi makripat / de Ki Bayi panurteki / kahidayat ngelmu sarak / Sarengat utameng urip / Mongraga matur aris / paduka ingkang akasud / tepakur maring Allah / lan tangat kala ning wengi / lawan ngagengena salat perlu kala.“Kedua anak itu mampu menerima ngelmu makrifat, sedangkan kepada Ki Bayi Panurta diberi tuntunan ngelmu sarak (agama menurut hukum), sehingga ia hidup dengan utama. Kemudian Amongraga berkata dengan lirih, tekunlah dalammenjalankan dan lakukanlah olah bakti malam hari, junjunglah sholat yang diwajibkan pada saat-saat tertentu.”

6. Ywa pegat adarus mulang / ing kitan Kur’an amerdi / ing janma pekir kasihan / Ki Bayi nor raga ajrih / ing wulang Amongragi.“Daraskanlah (membaca) ayat-ayat Al-Qur’an, rajinlah dalam mengajarkan KitabSuci. Berilah sedekah kepada orang-orang miskin. Ki Bayi merendahkan diri ketika ia menerima ajaran Amongraga.”

7. Mongraga denya kasud / sunad wabin nem rekangatipun / tigang salam sawus ing bakda anuli / tangat kiparat tawajuh / kalih salam bakda manggon.“Guna mencapai keadaan ekstasis Amongraga melakukan sholat sunat wabin dengan enam rekaat dan tiga salam (pujian), sesudah itu olah kifarat tawajuh (pemulihan dan terarah kepada Tuhan) dengan dua salam, sesudah itu duduk tidak bergerak.”

8. Amapanaken junun / pasang wirid isbandiahipun / satariah jalalah barjah amupid / pratingkahe timpuh wiung / tyas napas kenceng tan dompo.“Sambil mempersiapkan diri untuk manunggal dengan Tuhan, ia melakukan wiridmenurut (tarekat) Isbandiah, Satariah, Jalalah, dan Barjah, terserap olehnya, ia duduk bersimpuh (kakinya terlekuk ke belakang), hati sanubari dan pernapasan dalam keselarasan.”

9. Nulya cul dikiripun / lapal la wujuda ilalahu / kang pinusti dat wajibulwujudi / winih napi isbatipun / pinatut tyas wusa anggatok.“Kemudian ia mengawali dikirnya dengan kata-kata, la wujuda ilalahu (tak ada sesuatu selain Allah), Dat yang niscaya ada, itulah yang menjadi pusat perhatiaannya, dasar penyangkalan dan pengakuan dan dengan itulah hatinya diselaraskan.

10. Angguyer kepala nut / ubed ing napi lan isbatipun / derah ing lam kang akir wit puserneki / tinarik ngeri minduwur / lapal ilaha angengo.“Kepalanya mulai bergerak memutar, silih berganti menyangkal dan mengakui, pada lingkaran lam terakhir kepalanya bergerak dari pusat ke kiri ke atas. Pada ucapan ilalah kepalanya bergerak.”

11. Nganan pundak kang luhut / angleresi lapal ila mengguh / penjajahe kang driya mring napi gaib / ilalah isbat gaibu / ing susu kiwa kang ngisor.“Ke kanan ke atas ke arah bahunya, pada saat ia berkata ila inderanya memasukipenyangkalan tersembunyi, ilalah ialah pengakuan gaib di sebelah kiri dadanya.”

12. Nakirahe wus brukut / lapal la ilaha ilalahu / winot seket kalimah senapas nenggih / senapas malih motipun / ilalah tri atus manggon.“Demikianlah nakirah menjadi paripurna, kata-kata la ilalahu dirasakannya 50 kali dalam suatu pernapasan, kemudian 300 kali ilalah pada pernapasan berikut. Istirahat sebentar.”

13. Anulya lapal hu hu / senapas ladang winotan sewu / pemancade tyas lepas lantaran dikir / kewala mung wrananipun / muni wus tan ana raos.“Lalu hu, hu, 1000 kali dalam satu pernapasan panjang, demikianlah hatinya naiklepas bebas tanpa rintangan, dengan perantara dikir yang fungsinya hanya sebagai sarana. Suara-suara yang dikeluarkannya tak ada arti lagi.”

14. Wus wenang sedayeku / nadyan a a e e i i u u / sepadane sadengah-dengan kang uni / unine puniku suwung / sami lawan orong-orong.“Segalanya diperbolehkan, entah itu aa, ee, ii atau uu atau lain sebagainya, terserah apa saja. Kemudian suara-suara itu tiba-tiba lenyap seperti suara seekor orong-orong (yang tiba-tiba diam seketika).”

15. Ing sanalika ngriku / coplok ing satu lan rimbagipun / dewe-dewe badan budine tan tunggil / nis mikrad suhul panakul / badan lir gelodog.“Pada saat yang sama bata-bata dan bentuk terlepas, artinya badan dan budi masing-masing berdiri sendiri-sendiri, ia lenyap dan mi’raj, terlebur dalam Dat Ilahi, badannya tertinggal bagaikan sebatang glodog.”

16. Tinilar lagya kalbu / yekti ning napi puniku suwung / komplang nyenyed jaman ing mutelak haib / wus tan ana darat laut / padang peteng wus kawios.“Yang ditinggalkan oleh lebah-lebah, kosong. Kalbunya merupakan ketiadaan sejati, kosong sepi. Tiada ada lagi daratan maupun laut, terang dan gelap tiada lagi.”

17. Pan amung ingkang mojud / wahya jatmika jro ning gaibu / pan ing kono suhule dinera mupid / tan pae-pinae jumbuh / nora siji nora roro.“Yang ada hanya indah itulah yang meliputi yang batiniah dan lahiriah di alam gaib. Di sanalah usaha Amongraga untuk mencapai kemanunggalan sampai pada titik penghabisan. Tak ada lagi perbedaan, hanya kesamaan yang sempurna, mereka bukan satu bukan dua lagi.”

18. Wus tarki tanajul / mudun sing wahya jatmika ngriku / aningali tan lawan netranireki / Dat ing Hyang Kang Maha Luhur / patang prekara ing kono.“Sesudah tarakki menyusullah tanazzul, ia turun dari alam lahir dan atin (wahya jatmika), ia memandang lagi tetapi bukan dengan matanya, Dat Yang Maha Luhur, di sana terdapat empat hal.”

19. Sipat jalal gaibu / jamal kamal kahar gaibipun / wusna mijil saking gaib denyaa mupid / wiwit beda jinisipun / Gusti lan kawula reko.“Sifat jalal yang gaib, keindahan, kesempurnaan dan kekuasaan (jamal, kamal dan kahar) yang gaib. Sesudah keluar dari keadaan gaib mulailah perbedaan duajenis, yaitu Gusti dan kawula.”

20. Dat ing gusti puniku / jalal kamal jamal kahar nengguh / sipat ing kawula panakadiati / wahdat wakidiatipun / alam arwah adsam mengko.“Adapun hahekat Gusti itu ialah jalal, kamal, jamal adapun sifat-sifat kawula itu ialah ahadiyya, wahda, wahadiyya, alam arwah, alam ajsam.”

21. Misal insan kamilu / beda ning gusti lan kauleku / yekti beda ingriku lawan ingriki / kejaba kang wus linuhung / pramateng kawroh kang wus wroh.“Alam misal dan insan kamil. Perbedaan antara Gusti dan kawula ialah perbedaan antara dua jenis sifat-sifat itu, kecuali bagi manusia yang istimewa (linuhung) yang sudah mengetahui ilmu sejati.”

22. Sawusira aluhut / lir antiga tumiba ing watu / pan kumeprah tyasira lagyat tan sipi / tumitah ing jamanipun / aral ing kula katonton.“Sesudah ektasinya lewat, ia menyerupai sebutir telur yang jatuh di atas sebuah batu, demikian rasa terkejut di dalam hatinya ketika kembali dalam keadaan makhluk dan melihat kembali keterbatasannya selaku seorang hamba (kawula).”

23. Luaran denya suhul / angaringaken senapas landung / mot saklimah La ilahailalahi / mulya andodonga sukur.“Sesudah kemanunggalannya dengan Tuhan larut, ia bernafas panjang sambil mengucapkan satu kali syahadat, la ilaha ilalah, kemudian memanjatkan doa syukur.”

24. Yen wus munggah budimulya / Sang Hyang Mahamulya lan mulya ning budi / abeda nora neda / pan wus jumbuh sembah lawan puji / puji amuji ing dawakira / iya dewe nora dewe / tanpa dewe pupus.“Bila budi sudah naik ke tempat yang mulia, maka dalam keadaan mulia itu Yang Mahamulia dan budi berbeda dan tidak berbeda. Sembah dan pujian menjadi serupa. Pujian merupakan pujian terhadap dirinya. Manusia sendiri yang mengalami itu, tetapi juga bukan diri sendiri. Tiada lagi dirinya, hanya itulah yangdapat dikatakan.”

25. Bakda dikir anuli / adonga sukur Hyang Agung / sawusira dodonga / asujud sumungkem siti / takrub asru tepekurira nelangsa.“Sesudah dikir ia memanjatkan doa syukur kepada Yang Agung, sesudah itu ia bersujud, merebahkan diri ke tanah, dan mendekati Tuhan dengan merasakan kerendahannya.”

26. Rumasa kinarya titah / beda ning kawula gusti / lir lebu kelawan mega / bantala lawan wiati.“Ia menyadari bahwa dia hanya buah ciptaan dan bahwa antara kawula dan Gusti ada perbedaan, seperti antara debu (di tanah) dan awan, atau seperti antara bumi dan ruang angkasa.”Dari beberapa bait (pada dalam bhs Jawa) yang ada dalam Serat Centhini ini, dapat memberikan suatu gambaran bahwa Tuhan dan manusia tidak sama, karena manusia adalah ciptaan Tuhan. Namun manusia bisa mencontoh sifat-sifat Tuhan dan mengingatnya dengan memperbanyak dikir sehingga dapat terimplementasi dalam tingkah laku kita sehari-hari, bahwa sejatinya manusia adalah rahmad bagi semesta alam.

                                                         ★★★

Saturday, February 13, 2016

SUWUNG

Pada mulanya tidak ada sesuatu yang ada namun tidak ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada udara, tidak ada langit pula. Apakah yang menutupi itu, dan manaitu? Airkah di sana? Air yang tak terduga dalamnya?Waktu itu tidak ada kematian, tidak pula ada kehidupan. Tidak ada yang menandakan siang dan malam. Yang Esa bernapas tanpa napas menurut kekuatannya sendiri. Di luar daripada Ia tidak ada apapun.Pada mulanya kegelapan ditutupi oleh kegelapan itu sendiri. Semua yang ada ini adalah sesuatu yang tak terbatas dan tak dapat dibedakan, yang ada pada waktuitu adalah kekosongan dan yang tanpa bentuk. Dengan tenaga panas yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong.Setelah itu timbullah keinginan, keinginan yang merupakan benih awal dan benih semangat. Para arif setelah bermeditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya hubungan antara yang ada dan yang bukan ada.Sinarnya terentang keluar. Apakah ia melintang? Apakah ia di bawah atau di atas? Beberapa menjadi pencurah benih, yang lain amat hebat. Makanan adalah benih rendah, pemakan adalah benih unggul.Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui? Siapakah di dunia ini yang dapat menerangkannya? Dari manakah kejadian itu, dan dari manakah timbulnya? Lalu, siapakah yang tahu, darimana ia muncul?Dia, yang merupakan awal pertama dari kejadian itu, dari-Nya kejadian itu muncul atau mungkin tidak. Dia yang mengawasi dunia dari surga tertinggi, sangat mengetahuinya atau mungkin juga tidak.

Materi, Energi, & Informasi Adalah Bagian Dari Dalam Intisari Alam Semesta

Konsep ini di masa sekarang memiliki makna yang jauh lebih berarti dibandingkan setengah abad yang lalu sekalipun. Para ilmuwan merumuskan sejumlah teori untuk mengartikan istilah informasi. Para ilmuwan sosial berbicara tentang “abad informasi”. Informasi kini tengah menjadi konsep yang amat penting bagi umat manusia.Penemuan informasi tentang asal-usul alam semesta dan kehidupan itu sendiri lah yang menjadikan konsep informasi ini menjadi begitu penting di dunia modern ini. Kalangan ilmuwan kini menyadari bahwa jagat raya terbentuk dari“materi, energi dan informasi,”dan penemuan ini telah menggantikan filsafat materialistik abad ke-19 yang menyatakan bahwa alam semesta keseluruhannyaterdiri dari “materi dan energi” saja.Lalu, apa arti dari semua ini?Kami akan jelaskan melalui sebuah contoh, yakni DNA. Semua sel hidup berfungsi berdasarkan informasi genetis yang terkodekan pada struktur rantai heliks ganda DNA. Tubuh kita juga tersusun atas trilyunan sel yang masing-masingnya memiliki DNA tersendiri, dan semua fungsi tubuh kita terekam dalam molekul raksasa ini. Sel-sel kita menggunakan kode-kode protein yang tertuliskan pada DNA untuk memproduksi protein-protein baru. Informasi yang dimiliki DNA kita sungguh berkapasitas sangat besar sehingga jika anda ingin menuliskannya, maka ini akan memakan tempat 900 jilid ensiklopedia, dari halaman awal hingga akhir!Jadi tersusun dari apakah DNA? Lima puluh tahun yang lalu, para ilmuwan akan menjawab bahwa DNA terdiri atas asam-asam inti yang dinamakan nukleotida dan beragam ikatan kimia yang mengikat erat nukleotida-nukleotida ini. Dengan kata lain, mereka terbiasa menjawabnya dengan menyebutkan hanya unsur-unsur materi dari DNA. Namun kini, para ilmuwan memiliki sebuah jawaban yangberbeda. DNA tersusun atas atom, molekul, ikatan kimia dan, yang paling penting,informasi.Persis sebagaimana sebuah buku. Kita akan sangat keliru jika mengatakan bahwa sebuah buku hanya tersusun atas kertas, tinta dan jilidan buku; sebab selain ketiga unsur materi ini, adalah informasi yang benar-benar menjadikannyasebuah buku. Informasi lah yang membedakan satu jilid Encyclopedia Britannica dari sekedar sebuah “buku” yang terbentuk dari penyusunan acak huruf-huruf seperti ABICLDIXXGGSDLL. Keduanya memiliki kertas, tinta dan jilidan, tapi yang satu memiliki informasi sedangkan yang kedua tidak memilikinya. Sumber informasi ini adalah penulis buku tersebut, suatu kecerdasan yang memiliki kesadaran. Karenanya, kita tidak dapat mengingkari bahwa informasi dalam DNAtelah ditempatkan oleh sesuatu yang memiliki kecerdasan.Informasi, tembok penghalang bagi teori evolusi dan materialismePenemuan fakta ini telah menempatkan filsafat materialis dan Darwinisme, yakni penerapan paham materialisme ini pada ilmu alam, di hadapan tembok penghalang besar. Sebab, filsafat materialis menyatakan bahwa semua makhluk hidup hanya tersusun atas materi dan bahwa informasi genetis muncul menjadi ada melalui mekanisme tertentu secara “kebetulan”. Hal ini sebagaimana pernyataan bahwa sebuah buku dapat terbentuk melalui penyusunan kertas dan tinta secara serampangan, acak atau tanpa disengaja.Materialisme berpijak pada teori “reduksionisme,” yang menyatakan bahwa informasi pada akhirnya dapat direduksi atau disederhanakan menjadi materi. Karena alasan ini, kalangan materialis berkata bahwa tidak ada perlunya mencari sumber informasi di luar materi. Akan tetapi pernyataan ini telah terbuktikeliru, dan bahkan kalangan materialis telah mulai mengakui kebenaran ini.Salah satu pendukung terkemuka teori evolusi, George C. Williams, mengemukakan dalam sebuah tulisannya di tahun 1995 tentang kesalahan materialisme (reduksionisme) yang beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri atas materi:Kalangan ahli biologi evolusionis hingga kini tidak menyadari bahwa mereka bekerja dengan dua bidang yang sedikit banyak berbeda: yakni bidang informasi dan bidang materi… Dua bidang ini tidak akan pernah bertemu pada satu pengertian yang biasanya disebut dengan istilah “reduksionisme” …Gen adalah satu paket informasi, dan bukan sebuah benda.. . Dalam biologi, ketika anda berbicara tentang masalah-masalah seperti gen, genotip dan perbendaharaan gen (gene pools), anda berbicara tentang informasi, bukan realitas fisik kebendaannya… Kurangnya kata-kata yang sama dan semakna yang dapat digunakan untuk menjelaskan keduanya ini menjadikan materi dan informasi berada pada dunia yang berbeda, yang harus dibahas secara terpisah, dan dengan menggunakan istilah mereka masing-masing. 1Stephen C. Meyer, seorang filsuf ilmu pengetahuan dari Cambridge University dan termasuk yang mengkritisi teori evolusi serta materialisme, mengatakan dalam sebuah wawancara:Satu hal yang saya lakukan di perkuliahan untuk memahamkan gagasan ini kepada para mahasiswa adalah: saya pegang dua disket komputer. Satu disket ini berisikan software (=informasi), sedangkan yang satunya lagi kosong. Lalu saya bertanya,“Apakah perbedaan berat di antara dua disket komputer ini akibat perbedaan isi informasi yang mereka punyai?”Dan tentu saja jawabannya adalah nol, tidak berbeda, tidak ada perbedaan akibat keberadaan informasi di salah satu disket. Hal ini dikarenakan informasi adalah kuantitas yang tidak memiliki berat. Informasi bukanlah suatu keberadaan materi. 2Jika demikian, bagaimanakan penjelasan materialis menjelaskan asal-usulnya? Bagaimanakah penyebab yang bersifat materi dapat menjelaskan asal-muasalnya?… Hal ini memunculkan hambatan yang cukup mendasar bagi skenario materialistik evolusionis.Di abad ke-19, kita berkeyakinan bahwa terdapat dua keberadaan dasar dalam ilmu pengetahuan: Materi dan Energi. Di awal abad ke-21, kita kini mengakui bahwa terdapat keberadaan dasar yang ketiga, dan ini adalah informasi. Informasi tidak dapat direduksi atau disederhanakan menjadi materi, tidak pula menjadi energi.Semua teori yang dikemukakan di abad kedua puluh untuk menyederhanakan informasi menjadi materi – sebagaimana teori asal-usul kehidupan secara acak, pengaturan materi secara mandiri, teori evolusi dalam biologi yang berusaha menjelaskan informasi genetis spesies melalui mekanisme mutasi dan seleksi alam – telah gagal. Profesor Phillip Johnson, pengritik terkemuka Darwinisme, menulis:Dualitas yang sesungguhnya ada pada setiap tingkatan dalam biologi adalah dualitas materi dan informasi. Kalangan filsuf akal-ilmu pengetahuan tidak mampu memahami sifat asli informasi dikarenakan mereka beranggapan bahwainformasi ini dihasilkan oleh sebuah proses materi (yakni. sebagaimana konsep Darwin) dan, karenanya, secara mendasar tidak berbeda dengan materi. Tapi ini hanyalah prasangka yang akan terhapuskan dengan pemikiran yang jujur. 3Sebagaimana pernyataan Johnson, “informasi bukanlah materi, meskipun informasi ini tercetak pada materi. Informasi ini berasal dari suatu tempat lain, dari suatu kecerdasan…” Dr. Werner Gitt, direktur dan profesor pada German Federal Institute of Physics and Technology, mengungkapkan pemikiran yang hampir sama:Sistem pengkodean senantiasa memerlukan proses kecerdasan non-materi. Materi yang bersifat fisik tidak dapat menghasilkan kode informasi. Semua pengalaman menunjukkan bahwa tiap-tiap informasi kreatif menunjukkan keberadaan usaha mental dan dapat dirunut hingga ke sang pemberi gagasan yang menggunakan kehendak bebasnya sendiri, dan yang memiliki akal yang cerdas… Tidak ada hukum alam yang pernah diketahui, tidak pula proses, tidak pula urutan peristiwa yang pernah diketahui yang dapat menyebabkan informasi muncul dengan sendirinya pada materi… 4Sebagaimana telah kita perbincangkan di atas, sebuah buku terbentuk dari kertas, tinta dan informasi yang dikandungnya. Sumber informasi ini adalah kecerdasan sang penulis.Dan ada satu lagi hal penting. Kecerdasan ini ada sebelum keberadaan unsur-unsur materi dan kecerdasan inilah yang menentukan bagaimana menggunakan unsur-unsur materi tersebut. Sebuah buku pertama kali muncul dalam benak seseorang yang akan menulis buku tersebut. Sang penulis menggunakan perangkaian logis dan dengannya menghasilkan kalimat-kalimat. Kemudian, di tahap kedua, ia mewujudkan gagasan ini menjadi bentuk materi. Dengan menggunakan mesin ketik ata komputer, ia mengubah informasi yang ada dalamotaknya menjadi huruf-huruf. Setelah itu, huruf-huruf ini sampai kepada tempat percetakan dan membentuk sebuah buku.Sampai di sini, kita telah sampai pada kesimpulan berikut: “Jika materi mengandung informasi, maka materi ini telah dirangkai sebelumnya oleh sebuah kecerdasan yang memiliki informasi tersebut. Pertama, terdapat sebuah kecerdasan. Kemudian pemilik kecerdasan ini mengubah informasi tersebut menjadi materi, dan, dengan demikian, menciptakan sebuah desain.”Kecerdasan yang ada sebelum keberadaan materiDemikianlah, sumber informasi di alam tidak mungkin materi itu sendiri, sebagaimana pernyataan kaum materialis. Sumber informasi bukanlah materi, akan tetapi sebuah Kecerdasan di luar materi. Kecerdasan ini telah ada sebelum keberadaan materi. Kecerdasan ini menciptakan, membentuk dan menyusun keseluruhan alam semesta yang bersifat materi ini.Biologi bukanlah satu-satunya cabang ilmu pengetahuan yang menghantarkan kita pada kesimpulan ini. Astronomi dan fisika abad kedua puluh juga membuktikan adanya keselarasan, keseimbangan dan rancangan menakjubkan di alam. Dan ini mengarahkan pada kesimpulan adanya suatu Kecerdasan yang telah ada sebelum keberadaan jagat raya, dan Dialah yang telah menciptakannya.Ilmuwan Israel, Gerald Schroeder, yang telah mempelajari fisika dan biologi di sejumlah universitas seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), sekaligus pengarang buku The Science of God (Ilmu Pengetahuan Tuhan), membuat sejumlah pernyataan penting tentang hal ini. Dalam buku barunya yang berjudul The Hidden Face of God: Science Reveals the Ultimate Truth (Wajah Tersembunyi Tuhan: Ilmu Pengetahuan Mengungkap Kebenaran Hakiki), ia menjelaskan kesimpulan yang dicapai oleh biologi molekuler dan fisika quantum sebagaimana berikut:Suatu kecerdasan tunggal, kearifan universal, melingkupi alam semesta. Sejumlah penemuan oleh ilmu pengetahuan, yang mengkaji tentang sifat quantum dari materi-materi pembentuk atom (sub-atomik), telah membawa kita sangat dekat kepada pemahaman yang mengejutkan: seluruh keberadaan merupakan perwujudan dari kearifan ini. Di laboratorium kita merasakannya dalam bentuk informasi yang pertama-tama terwujudkan secara fisik dalam bentuk energi, dan kemudian terpadatkan menjadi bentuk materi. Setiap partikel, setiap wujud, dari atom hingga manusia, tampak mewakili satu tingkatan informasi, satu tingkatan kearifan. 5Menurut Schroeder, temuan-temuan ilmiah di zaman kita mengarah pada pertemuan antara ilmu pengetahuan dan agama pada satu kebenaran yang sama, yakni kebenaran Penciptaan. Ilmu pengetahuan kini tengah menemukan kembali kebenaran ini, yang sebenarnya telah diajarkan agama-agama wahyu kepada manusia selama berabad-abad.

Kitab Yang Terpelihara

Sejauh ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan asal-usul makhluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada sebelumnya.Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada manusia sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauhul Mahfuzh (Kitab yang terpelihara) telahada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauhul Mahfuzh juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam semesta.Lauhul Mahfuzh berarti “terpelihara” (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut sebagai “Ummul Kitaab” (Induk Kitab), “Kitaabun Hafiidz” (Kitab Yang Memelihara atau Mencatat), “Kitaabun Maknuun” (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja.Lauhul Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.
Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauhul Mahfuzh. Sifat yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab ini:Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kcuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daupun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Al An'aam, 6:59)Sebuah ayat menyatakan bahwa seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.(QS. Al An'aam, 6:38)Di ayat yang lain, dinyatakan bahwa “di bumi ataupun di langit”, di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda, termasuk benda sebesar zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun seeasr zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebi besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Yunus, 10:61)Segala informasi tentang umat manusia ada dalam Lauhul Mahfuzh, dan ini meliputi kode genetis dari semua manusia dan nasib mereka:(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: “Ini adalah suatu yang amat ajaib”. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat).(QS. Qaaf, 50:2-4)Ayat berikut ini menyatakan bahwa kalimat Allah di dalam Lauhul Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan:Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Luqman, 31:27)Fakta-fakta yang telah kami paparkan dalam tulisan ini membuktikan sekali lagi bahwa berbagai penemuan ilmiah modern menegaskan apa yang diajarkan agama kepada umat manusia. Keyakinan buta kaum materialis yang telah dipaksakan ke dalam ilmu pengetahuan ternyata malah ditolak oleh ilmu pengetahuan itu sendiri.Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan modern tentang “informasi” berperan untuk membuktikan secara obyektif siapakah yang benar dalam perseteruan yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Perselisihan ini telah terjadi antara paham materialis dan agama. Pemikiran materialis menyatakan bahwa materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada sesuatu pun yang ada sebelum materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan ada sebelum keberadaan materi, dan bahwa materi diciptakan dan diatur berdasarkan ilmu Allah yang tak terbatas.Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah diajarkan oleh agama-agama wahyu – seperti Yahudi, Nasrani dan Islam – sejak permulaan sejarah, telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan petunjuk bagi masa berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia semakin mendekat pada pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang “Maha Mengetahui.” Hal ini sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia dalam ayat berikut:Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa sajayang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al Hajj, 22:70)
by.HARUN YAHYA